TENTANG KUCING, TERNYATA SELAMA INI
Ternyata selama ini kita sudah di bodohi oleh mitos kedokteran
tentang kucing.. Dunia kesehatan mengatakan bahwa kucing itu
berbahaya, mulai dari bulunya hingga air liurnya..
Hal ini dibarengi dengan politik XXI untuk mengangkat citra Anjing..
Dan sehingga, orang yang menonton XXI akan berpandangan
bahwa Anjing itu binatang yang sehat dan bersahabat..
Namun, bagaimanakah fakta sebenarnya??
Nabi Muhammad SAW memiliki seekor kucing yang diberi nama
Mueeza. Suatu saat, di kala Nabi hendak mengambil jubahnya,
ditemuinya Mueeza sedang terlelap tidur dengan santai di atas
jubahnya. Tak ingin mengganggu hewan kesayangannya itu, Nabi
pun memotong belahan lengan yang ditiduri Mueeza dari jubahnya.
Ketika Nabi kembali ke rumah, Muezza terbangun dan merunduk
sujud kepada majikannya. Sebagai balasan, Nabi menyatakan kasih
sayangnya dengan mengelus lembut ke badan mungil kucing itu
sebanyak tiga kali.
Dalam aktivitas lain, setiap kali Nabi menerima tamu di rumahnya,
nabi selalu menggendong mueeza dan di taruh dipahanya. Salah
satu sifat Mueeza yang Nabi sukai ialah ia selalu mengeong ketika
mendengar adzan, dan seolah-olah suaranya terdengar seperti
mengikuti lantunan suara adzan.
Kepada para sahabatnya, Nabi berpesan untuk menyayangi kucing
peliharaan, layaknya menyayangi keluarga sendiri.
Hukuman bagi mereka yang menyakiti hewan lucu ini sangatlah
serius, dalam sebuah hadist shahih Al Bukhari, dikisahkan tentang
seorang wanita yang tidak pernah memberi makan kucingnya, dan
tidak pula melepas kucingnya untuk mencari makan sendiri, Nabi
Muhammad SAW pun menjelaskan bahwa hukuman bagi wanita ini
adalah siksa neraka.
Dari Ibnu Umar ra bahwa rasulullah saw bersabda, “Seorang wanita
dimasukkan kedalam neraka karena seekor kucing yang dia ikat dan tidak
diberikan makan bahkan tidak diperkenankan makan binatang-binatang kecil
yang ada di lantai,” (HR. Bukhari).
Nabi menekankan di beberapa hadis bahwa kucing itu tidak najis.
Bahkan diperbolehkan untuk berwudhu menggunakan air bekas
minum kucing karena dianggap suci.
Kenapa Rasulullah Saw yang buta baca-tulis, berani mengatakan
bahwa kucing suci, tidak najis? Lalu, bagaimana Nabi mengetahui
kalau pada badan kucing tidak terdapat najis?
Keistimewaan Kucing
Fakta Ilmiah 1 :
Pada kulit kucing terdapat otot yang berfungsi untuk menolak telur
bakteri. Otot kucing itu juga dapat menyesuaikan dengan sentuhan
otot manusia. Permukaan lidah kucing tertutupi oleh berbagai
benjolan kecil yang runcing, benjolan ini bengkok mengerucut
seperti kikir atau gergaji. Bentuk ini sangat berguna untuk
membersihkan kulit. Ketika kucing minum, tidak ada setetes pun
cairan yang jatuh dari lidahnya.
Sedangkan lidah kucing sendiri merupakan alat pembersih yang paling
canggih, permukaannya yang kasar bisa membuang bulu-bulu mati dan
membersihkan bulu-bulu yang tersisa di badannya.
Fakta Ilmiah 2 :
Telah dilakukan berbagai penelitian terhadap kucing dan berbagai
perbedaan usia, perbedaan posisi kulit, punggung, bagian dalam
telapak kaki, pelindung mulut, dan ekor. Pada bagian-bagian tersebut dilakukan pengambilan sample dengan usapan.
Di samping itu,
dilakukan juga penanaman kuman pada bagian-bagian khusus.
Terus diambil juga cairan khusus yang ada pada dinding dalam
mulut dan lidahnya.
Hasil yang didapatkan adalah :
1. Hasil yang diambil dari kulit luar tenyata negatif berkuman,
meskipun dilakukan berulang-ulang.
2. Perbandingan yang ditanamkan kuman memberikan hasil negatif
sekitar 80% jika dilihat dari cairan yang diambil dari dinding mulut.
3. Cairan yang diambil dari permukaan lidah juga memberikan hasil
negatif berkuman.
4. Sekalinya ada kuman yang ditemukan saat proses penelitian,
kuman itu masuk kelompok kuman yang dianggap sebagai kuman
biasa yang berkembang pada tubuh manusia dalam jumlah yang
terbatas seperti, enterobacter, streptococcus, dan taphylococcus.
Jumlahnya kurang dan 50 ribu pertumbuhan.
5. Tidak ditemukan kelompok kuman yang beragam.
6. Berbagai sumber yang dapat dipercaya dan hasil penelitian
laboratorium menyimpulkan bahwa kucing tidak memiliki kuman
dan mikroba. Liurnya bersih dan membersihkan.
Komentar Para Dokter Peneliti
- Menurut Dr. George Maqshud, ketua laboratorium di Rumah Sakit
Hewan Baitharah, jarang sekali ditemukan adanya kuman pada lidah
kucing.
- Jika kuman itu ada, maka kucing itu akan sakit.
- Dr. Gen Gustafsirl menemukan bahwa kuman yang paling banyak
terdapat pada anjing,
- Manusia 1/4 anjing, kucing 1/2 manusia.
- Dokter hewan di rumah sakit hewan Damaskus, Sa’id Rafah
menegaskan bahwa kucing memiliki perangkat pembersih yang
bemama lysozyme.
- Kucing tidak suka air karena air merupakan tempat yang sangat
subur untuk pertumbuhan bakteri, terlebih pada genangan air
(lumpur, genangan hujan, dll)
- Kucing juga sangat menjaga kestabilan kehangatan tubuhnya. Ia
tidak banyak berjemur dan tidak dekat-dekat dengan air.
- Tujuannya agar bakteri tidak berpindah kepadanya. Inilah yang
menjadi faktor tidak adanya kuman pada tubuh kucing.
Fakta Ilmiah 3 :
Dan hasil penelitian kedokteran dan percobaan yang telah di lakukan di
laboratorium hewan, ditemukan bahwa badan kucing bersih secara
keseluruhan. Ia lebih bersih daripada manusia.
Fakta Ilmiah Tambahan :
Zaman dahulu kucing dipakai untuk terapi.
Dengkuran kucing yang 50Hz baik buat kesehatan selain itu mengelus kucing juga bisa menurunkan tingkat stress.
Sisa makanan kucing hukumnya suci.
Hadist Kabsyah binti Ka’b bin Malik menceritakan bahwa Abu
Qatadah, mertua Kabsyah, masuk ke rumahnya lalu ia menuangkan
air untuk wudhu. Pada saat itu, datang seekor kucing yang ingin
minum. Lantas ia menuangkan air di bejana sampai kucing itu
minum.
Kabsyah berkata, “Perhatikanlah. ” Abu Qatadah berkata, “Apakah
kamu heran?” Ia menjawab, “Ya.” Lalu, Abu Qatadah berkata bahwa Nabi
SAW prnh bersabda, “Kucing itu tidak najis. Ia binatang yang suka
berkeliling di rumah (binatang rumahan),” (H.R At-Tirmidzi, An-Nasa’i,
Abu Dawud, dan Ibnu Majah).
Diriwayatkan dan Ali bin Al-Hasan, dan Anas yang menceritakan
bahwa Nabi Saw pergi ke Bathhan suatu daerah di Madinah. Lalu,
beliau berkata, “Ya Anas, tuangkan air wudhu untukku ke dalam bejana.”
Lalu, Anas menuangkan air. Ketika sudah selesai, Nabi menuju bejana.
Namun, seekor kucing datang dan menjilati bejana. Melihat itu, Nabi
berhenti sampai kucing tersebut berhenti minum lalu berwudhu.
Nabi ditanya mengenai kejadian tersebut, beliau menjawab, “Ya
Anas, kucing termasuk perhiasan rumah tangga, ia tidak dikotori
sesuatu, bahkan tidak ada najis.”
Diriwayatkan dari Dawud bin Shalih At-Tammar dan ibunya yang
menerangkan bahwa budaknya memberikan Aisyah semangkuk
bubur. Namun, ketika ia sampai di rumah Aisyah, tenyata Aisyah
sedang shalat. Lalu, ia memberikan isyarat untuk menaruhnya.
Sayangnya, setelah Aisyah menyelesaikan shalat, ia lupa ada bubur.
Datanglah seekor kucing, lalu memakan sedikit bubur tersebut.
Ketika ia melihat bubur tersebut dimakan kucing, Aisyah lalu
membersihkan bagian yang disentuh kucing, dan Aisyah
memakannya.
Rasulullah Saw bersabda, “Ia tidak najis. Ia binatang yang
berkeliling.” Aisyah pernah melihat Rasulullah Saw berwudhu dari
sisa jilatan kucing.” (H.R AlBaihaqi, Abd Al-Razzaq, dan Al-
Daruquthni).
Hadis ini diriwayatkan Malik, Ahmad, dan imam hadits yang lain.
Oleh karena itu, kucing adalah binatang, yang badan, keringat, bekas dari sisa makanannya adalah suci, Liurnya bersih dan
membersihkan, serta hidupnya lebih bersih daripada manusia.
Mungkin ini pula-lah mengapa Rasulullah SAW sangat sayang
kepada Muezza, Kucing kesayangannya. [islampos/berbagai sumber]
Subhanallah...
https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=410051752467375&id=203846879754531&substory_index=0
Kamis, 20 Februari 2014
Kamis, 12 September 2013
__Arti Pengkaderan bagiku__
Pertama kali mendengar kata PENGKADERAN, spontan dalam pikiranku muncul pemahaman bahwa pengkaderan identik dengan "Penekanan", yakni menekan kita untuk berfikir keras dan menekan kita untuk mempunyai mental yang kuat. Untuk bahasa kasarnya, pengkaderan bisa dikatakan sebagai ajang bagi senior melampiaskan hal-hal yang pernah dialaminya saat mereka masih berstatus sebagai junior.
Tetapi setelah menemukan beberapa referensi, arti pengkaderan menurut saya merupakan proses pelatihan yang memungkinkan kita dapat mengembangkan potensi akal, kemampuan dan fisik, selain itu melatih sikap kita, memperkuat karakter serta memperluas wawasan kita secara berkelanjutan (terus menerus)..
Penerimaan materi dalam bentuk diskusi kelompok dan tanya jawab (HMA PNUP klp.1) |
Rabu, 07 Agustus 2013
ALLAHU AKBAR... ALLAHU AKBAR... ALLAHU AKBAR WALILLAHILHAM
Taqaballalahu minna waminkum syiamana wa syiamakum.
Minnal aidzin walfa'idzin mohon maaf lahir dan batin..
Pesta Yang Tak Pernah Ada |
ALLAHU AKBAR …
ALLAHU AKBAR … ALLAHU AKBAR…
Nada dzikir yang sangat indah, menggetarkan langit, memecah bumi, memporak porandakan hati yang hening, dan membuat setiap sungai diujung mata jebol tak mampu lagi menampung setiap rentak rabana yang mengalir bersama darah disetiap napas yang ALLAH titipkan
Begitupun saya, yang tak kuasa membendung sungai kecil diujung mata saya, entah ini untuk merayakan kemenangan, entah saya menangisi bahwa idul fitri kali ini tak ada pesta dijiwa saya, selain menyusun langkah yang lebih pasti, mencapai ridho ILLAHI, mengisi setiap napas yang ALLAH titipkan untuk saya isi dengan kebaikan bukan dengan kesombongan, lumuran dosa yang sempat saya jadikan syurga yang saya cari [seperti zaman jahiliyah saya], kini di detik-detik menjelang perayaan Id yang fitri saya mulai mengerti dimana syurga itu berada, tak lupa saya ucapkan beribu-ribu terimakasih untuk seseorang yang telah membantu saya menemukan jatidiri saya, dan semoga amal ibadahnya di terima Allah Subhanahu Wa Ta'alla.. Aamiin ya Rabbal'alamiin.
Terbayang oleh saya mereka yang merayakan lebaran, di ICU Rumah sakit, di dalam rumah kardus yang dingin, di panti jompo tanpa anak dan suami…
Terbayang oleh saya saudara saya yang terusir dari keluarga karena kesalahan besarnya dan kini harus berada di keheningan untuk merayakan pesta yang takpernah ada...
Terbayang oleh saya airmata airmata penampung segala sabar dan ikhlas sebagai muara dari setiap cobaan…
Iya, saya disini yang akan merayakan kemenangan dengan jiwa yang melayang layang ditempat para sahabat, saudara saya yang kini harus berjuang sekedar untuk menyambung napas, disana ada takbir tapi tak ada pesta
Bismillaah... Ya ALLAH ya nurul Qolbu… Wahai yang maha melihat dan maha menerangi setiap jiwa, beri kami kekuatan, kami tetap bertakbir dengan tidak mengeluh sedikitpun karena kami percaya bahwa takdirmu meliputi takdir baik dan buruk, kami yang tiada, menjadi ada, dan akan tiada, Bukankah setiap nafas akan terhenti, nafas yang ENGKAU titipkan bertakbir, ada atau tanpa pesta kami tetap bertakbir,
ALLAHU AKBAR... ALLAHU AKBAR... ALLAHU AKBAR WALILLAHILHAM
Taqaballalahu minna waminkum syiamana wa syiamakum.
Minnal aidzin walfa'idzin mohon maaf lahir dan batin..
Nada dzikir yang sangat indah, menggetarkan langit, memecah bumi, memporak porandakan hati yang hening, dan membuat setiap sungai diujung mata jebol tak mampu lagi menampung setiap rentak rabana yang mengalir bersama darah disetiap napas yang ALLAH titipkan
Begitupun saya, yang tak kuasa membendung sungai kecil diujung mata saya, entah ini untuk merayakan kemenangan, entah saya menangisi bahwa idul fitri kali ini tak ada pesta dijiwa saya, selain menyusun langkah yang lebih pasti, mencapai ridho ILLAHI, mengisi setiap napas yang ALLAH titipkan untuk saya isi dengan kebaikan bukan dengan kesombongan, lumuran dosa yang sempat saya jadikan syurga yang saya cari [seperti zaman jahiliyah saya], kini di detik-detik menjelang perayaan Id yang fitri saya mulai mengerti dimana syurga itu berada, tak lupa saya ucapkan beribu-ribu terimakasih untuk seseorang yang telah membantu saya menemukan jatidiri saya, dan semoga amal ibadahnya di terima Allah Subhanahu Wa Ta'alla.. Aamiin ya Rabbal'alamiin.
Terbayang oleh saya mereka yang merayakan lebaran, di ICU Rumah sakit, di dalam rumah kardus yang dingin, di panti jompo tanpa anak dan suami…
Terbayang oleh saya saudara saya yang terusir dari keluarga karena kesalahan besarnya dan kini harus berada di keheningan untuk merayakan pesta yang takpernah ada...
Terbayang oleh saya airmata airmata penampung segala sabar dan ikhlas sebagai muara dari setiap cobaan…
Iya, saya disini yang akan merayakan kemenangan dengan jiwa yang melayang layang ditempat para sahabat, saudara saya yang kini harus berjuang sekedar untuk menyambung napas, disana ada takbir tapi tak ada pesta
Bismillaah... Ya ALLAH ya nurul Qolbu… Wahai yang maha melihat dan maha menerangi setiap jiwa, beri kami kekuatan, kami tetap bertakbir dengan tidak mengeluh sedikitpun karena kami percaya bahwa takdirmu meliputi takdir baik dan buruk, kami yang tiada, menjadi ada, dan akan tiada, Bukankah setiap nafas akan terhenti, nafas yang ENGKAU titipkan bertakbir, ada atau tanpa pesta kami tetap bertakbir,
ALLAHU AKBAR... ALLAHU AKBAR... ALLAHU AKBAR WALILLAHILHAM
Taqaballalahu minna waminkum syiamana wa syiamakum.
Minnal aidzin walfa'idzin mohon maaf lahir dan batin..
__Tangis Perpisahan para Pecinta Ramadhan__
“Di
malam terakhir Ramadhan, menangislah tujuh petala langit dan tujuh petala bumi
dan para malaikat, karena akan berlalunya Ramadhan, dan juga keistimewaannya.”
Waktu terus bergulir dari detik ke detik, dari menit ke menit, dari jam ke jam, dari hari ke hari, dari minggu ke minggu.... Rasanya baru kemarin kita begitu bersemangat mempersiapkan diri untuk memasuki bulan Ramadhan, bulan tarbiyah, bulan latihan, bulan Quran, bulan maghfirah, bulan yang penuh berkah. Namun beberapa saat lagi, Ramadhan akan meninggalkan kita, padahal kita belum optimal melaksanakan qiyamul lail kita, belum optimal membaca Al-Quran serta belum optimal melaksanakan ibadah-ibadah lain, target-target yang kita pasang belum semuanya terlaksana. Dan kita tidak akan pernah tahu apakah kita masih dapat berjumpa dengan Ramadhan berikutnya.
Bagi para salafush shalih, setiap bulan Ramadhan pergi meninggalkan mereka, mereka selalu meneteskan air mata. Di lisan mereka terucap sebuah doa yang merupakan ungkapan kerinduan akan datangnya kembali bulan Ramadhan menghampiri diri mereka.
Waktu terus bergulir dari detik ke detik, dari menit ke menit, dari jam ke jam, dari hari ke hari, dari minggu ke minggu.... Rasanya baru kemarin kita begitu bersemangat mempersiapkan diri untuk memasuki bulan Ramadhan, bulan tarbiyah, bulan latihan, bulan Quran, bulan maghfirah, bulan yang penuh berkah. Namun beberapa saat lagi, Ramadhan akan meninggalkan kita, padahal kita belum optimal melaksanakan qiyamul lail kita, belum optimal membaca Al-Quran serta belum optimal melaksanakan ibadah-ibadah lain, target-target yang kita pasang belum semuanya terlaksana. Dan kita tidak akan pernah tahu apakah kita masih dapat berjumpa dengan Ramadhan berikutnya.
Bagi para salafush shalih, setiap bulan Ramadhan pergi meninggalkan mereka, mereka selalu meneteskan air mata. Di lisan mereka terucap sebuah doa yang merupakan ungkapan kerinduan akan datangnya kembali bulan Ramadhan menghampiri diri mereka.
Orang-orang
zaman dahulu, dengan berlalunya bulan Ramadhan, hati mereka mejadi sedih. Maka,
tidak mengherankan bila pada malam-malam terakhir Ramadhan, pada masa
Rasulullah SAW, Masjid Nabawi penuh sesak dengan orang-orang yang beri’tikaf.
Dan di sela-sela i’tikafnya, mereka terkadang menangis terisak-isak, karena
Ramadhan akan segera berlalu meninggalkan mereka.
Ada satu riwayat yang mengisahkan bahwa kesedihan ini tidak saja dialami manusia, tapi juga para malaikat dan makhluk-makhluk Allah lainnya.
Dari Jabir RA, Rasulullah SAW bersabda, “Di malam terakhir Ramadhan, menangislah tujuh petala langit dan tujuh petala bumi dan para malaikat, karena akan berlalunya Ramadhan, dan juga keistimewaannya. Ini merupakan musibah bagi umatku.”
Kemudian ada seorang sahabat bertanya, “Apakah musibah itu, ya Rasulullah?”
“Dalam bulan itu segala doa mustajab, sedekah makbul, segala kebajikan digandakan pahalanya, dan siksaan kubur terkecuali, maka apakah musibah yang terlebih besar apabila semuanya itu sudah berlalu?”
Ketika mereka memasuki detik-detik akhir penghujung Ramadhan, air mata mereka menetes. Hati mereka sedih.
Betapa tidak. Bulan yang penuh keberkahan dan keridhaan Allah itu akan segera pergi meninggalkan mereka. Bulan ketika orang-orang berpuasa dan menghidupkan malam-malamnya dengan ibadah. Bulan yang Allah bukakan pintu-pintu surga, Dia tutup pintu-pintu neraka, dan Dia belenggu setan.
Ada satu riwayat yang mengisahkan bahwa kesedihan ini tidak saja dialami manusia, tapi juga para malaikat dan makhluk-makhluk Allah lainnya.
Dari Jabir RA, Rasulullah SAW bersabda, “Di malam terakhir Ramadhan, menangislah tujuh petala langit dan tujuh petala bumi dan para malaikat, karena akan berlalunya Ramadhan, dan juga keistimewaannya. Ini merupakan musibah bagi umatku.”
Kemudian ada seorang sahabat bertanya, “Apakah musibah itu, ya Rasulullah?”
“Dalam bulan itu segala doa mustajab, sedekah makbul, segala kebajikan digandakan pahalanya, dan siksaan kubur terkecuali, maka apakah musibah yang terlebih besar apabila semuanya itu sudah berlalu?”
Ketika mereka memasuki detik-detik akhir penghujung Ramadhan, air mata mereka menetes. Hati mereka sedih.
Betapa tidak. Bulan yang penuh keberkahan dan keridhaan Allah itu akan segera pergi meninggalkan mereka. Bulan ketika orang-orang berpuasa dan menghidupkan malam-malamnya dengan ibadah. Bulan yang Allah bukakan pintu-pintu surga, Dia tutup pintu-pintu neraka, dan Dia belenggu setan.
Bulan
yang awalnya adalah rahmat, pertengahannya ampunan, dan akhirnya pembebasan
dari api neraka. Bulan ketika napas-napas orang yang berpuasa lebih harum di
sisi Allah daripada minyak kesturi. Bulan ketika Allah setiap malamnya
membebaskan ratusan ribu orang yang harus masuk neraka. Bulan ketika Allah
menjadikannya sebagai penghubung antara orang-orang berdosa yang bertaubat dan
Allah Ta’ala.
Mereka menangis karena merasa belum banyak mengambil manfaat dari Ramadhan. Mereka sedih karena khawatir amalan-amalan mereka tidak diterima dan dosa-dosa mereka belum dihapuskan. Mereka berduka karena boleh jadi mereka tidak akan bertemu lagi bulan Ramadhan yang akan datang.
Suatu hari, pada sebuah shalat ‘Idul Fithri, Umar bin Abdul Aziz berkata dalam khutbahnya, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian telah berpuasa karena Allah selama tiga puluh hari, berdiri melakukan shalat selama tiga puluh hari pula, dan pada hari ini kalian keluar seraya memohon kepada Allah agar menerima amalan tersebut.”
Salah seorang di antara jama’ah terlihat sedih.
Seseorang kemudian bertanya kepadanya, “Sesungguhnya hari ini adalah hari bersuka ria dan bersenang-senang. Kenapa engkau malah bermuram durja? Ada apa gerangan?”
“Ucapanmu benar, wahai sahabatku,” kata orang tesrebut. “Akan tetapi, aku hanyalah hamba yang diperintahkan oleh Rabb-ku untuk mempersembahkan suatu amalan kepada-Nya. Sungguh aku tidak tahu apakah amalanku diterima atau tidak.”
Mereka menangis karena merasa belum banyak mengambil manfaat dari Ramadhan. Mereka sedih karena khawatir amalan-amalan mereka tidak diterima dan dosa-dosa mereka belum dihapuskan. Mereka berduka karena boleh jadi mereka tidak akan bertemu lagi bulan Ramadhan yang akan datang.
Suatu hari, pada sebuah shalat ‘Idul Fithri, Umar bin Abdul Aziz berkata dalam khutbahnya, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian telah berpuasa karena Allah selama tiga puluh hari, berdiri melakukan shalat selama tiga puluh hari pula, dan pada hari ini kalian keluar seraya memohon kepada Allah agar menerima amalan tersebut.”
Salah seorang di antara jama’ah terlihat sedih.
Seseorang kemudian bertanya kepadanya, “Sesungguhnya hari ini adalah hari bersuka ria dan bersenang-senang. Kenapa engkau malah bermuram durja? Ada apa gerangan?”
“Ucapanmu benar, wahai sahabatku,” kata orang tesrebut. “Akan tetapi, aku hanyalah hamba yang diperintahkan oleh Rabb-ku untuk mempersembahkan suatu amalan kepada-Nya. Sungguh aku tidak tahu apakah amalanku diterima atau tidak.”
Kekhawatiran
serupa juga pernah menimpa para sahabat Rasulullah SAW. Di antaranya Sayyidina
Ali bin Abi Thalib. Diriwayatkan, di penghujung Ramadhan, Sayyidina Ali
bergumam, “Aduhai, andai aku tahu siapakah gerangan yang diterima amalannya
agar aku dapat memberi ucapan selamat kepadanya, dan siapakah gerangan yang
ditolak amalannya agar aku dapat ‘melayatnya’.”
Ucapan Sayyidina Ali RA ini mirip dengan ucapan Abdullah bin Mas’ud RA, “Siapakah gerangan di antara kita yang diterima amalannya untuk kita beri ucapan selamat, dan siapakah gerangan di antara kita yang ditolak amalannya untuk kita ‘layati’. Wahai orang yang diterima amalannya, berbahagialah engkau. Dan wahai orang yang ditolak amalannya, keperkasaan Allah adalah musibah bagimu.”
Imam Mu'alla bin Al-Fadhl RA berkata, "Dahulu para ulama senantiasa berdoa kepada Allah selama enam bulan agar dipertemukan dengan Ramadhan. Kemudian mereka juga berdoa selama enam bulan agar diterima amal ibadah mereka (selama Ramadhan)."
Wajar saja, sebab, tidak ada yang bisa menjamin bahwa tahun depan kita akan kembali berjumpa dengan bulan yang penuh berkah, rahmat, dan maghfirah ini. Karenanya, beruntung dan berbahagialah kita saat berpisah dengan Ramadhan membawa segudang pahala untuk bekal di akhirat.
Jika kita merenungi kondisi salafush shalih dan meneliti bagaimana mereka menghabiskan waktu-waktu mereka di bulan Ramadhan, bagaimana mereka memakmurkannya dengan amal shalih, niscaya kita mengetahui jauhnya jarak di antara kita dan mereka.
Bagaimana dengan kita? Adakah kesedihan itu hadir di hati kita di kala
Ramadhan meninggalkan kita? Atau malah sebaliknya, karena begitu bergembiranya
menyambut kedatangan Hari Raya ‘Idul Fithri, sampai-sampai di sepuluh hari terakhir,
yang seharunya kita semakin giat melaksanakan amalan-amalan ibadah, kita malah
disibukkan dengan belanja, membeli baju Lebaran, disibukkan memasak, membuat
kue, dan lain-lain. Ucapan Sayyidina Ali RA ini mirip dengan ucapan Abdullah bin Mas’ud RA, “Siapakah gerangan di antara kita yang diterima amalannya untuk kita beri ucapan selamat, dan siapakah gerangan di antara kita yang ditolak amalannya untuk kita ‘layati’. Wahai orang yang diterima amalannya, berbahagialah engkau. Dan wahai orang yang ditolak amalannya, keperkasaan Allah adalah musibah bagimu.”
Imam Mu'alla bin Al-Fadhl RA berkata, "Dahulu para ulama senantiasa berdoa kepada Allah selama enam bulan agar dipertemukan dengan Ramadhan. Kemudian mereka juga berdoa selama enam bulan agar diterima amal ibadah mereka (selama Ramadhan)."
Wajar saja, sebab, tidak ada yang bisa menjamin bahwa tahun depan kita akan kembali berjumpa dengan bulan yang penuh berkah, rahmat, dan maghfirah ini. Karenanya, beruntung dan berbahagialah kita saat berpisah dengan Ramadhan membawa segudang pahala untuk bekal di akhirat.
Jika kita merenungi kondisi salafush shalih dan meneliti bagaimana mereka menghabiskan waktu-waktu mereka di bulan Ramadhan, bagaimana mereka memakmurkannya dengan amal shalih, niscaya kita mengetahui jauhnya jarak di antara kita dan mereka.
Padahal di sisi lain, masih banyak orang di sekitar kita yang berjuang untuk mendapatkan sesuap nasi untuk berbuka hari ini, bukan untuk besok, apalagi untuk pesta pora di hari Lebaran.
Tapi apakah salah bila kita menyongsong Hari Raya ‘Idul Fithri dengan kegembiraan? Tentu saja tidak. Bukankah Rasulullah SAW telah mengatakan, “Wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum mempunyai hari raya, dan sesungguhnya hari ini adalah hari raya kita.” (HR Nasa’i).
Sabtu, 03 Agustus 2013
__^^Bersama Mimpiku^^__
Di sini Aku berdiri,
Bersama tapak pertamaku bernama
niat,
Lantas bermimpi
Agar diriku tak lagi tertidur dalam
lelap,
Tetapi bangkit terjaga
Agar tak tertunduk sayu,
Tetap tegak menatap
Agar cintaku tak terpejam sendu,
Tetapi tajam memancar
Agar mataku tak menyipit silau,
Tetapi lekat menatap
Agar aku berdiri, agar aku
melangkah,
Agar aku berlari, agar aku meraih
Ini aku dengan sejuta mimpiku...
Bersama gairah, bersama cinta yang
tak lemah,
Ini aku seorang pemudi !
Yang tumbuh dibawah naungan Illahi !
Langganan:
Postingan (Atom)
~~......TENTANG KUCING, TERNYATA SELAMA INI......~~
TENTANG KUCING, TERNYATA SELAMA INI
Ternyata selama ini kita sudah di bodohi oleh mitos kedokteran
tentang kucing.. Dunia kesehatan mengatakan bahwa kucing itu
berbahaya, mulai dari bulunya hingga air liurnya..
Hal ini dibarengi dengan politik XXI untuk mengangkat citra Anjing..
Dan sehingga, orang yang menonton XXI akan berpandangan
bahwa Anjing itu binatang yang sehat dan bersahabat..
Namun, bagaimanakah fakta sebenarnya??
Nabi Muhammad SAW memiliki seekor kucing yang diberi nama
Mueeza. Suatu saat, di kala Nabi hendak mengambil jubahnya,
ditemuinya Mueeza sedang terlelap tidur dengan santai di atas
jubahnya. Tak ingin mengganggu hewan kesayangannya itu, Nabi
pun memotong belahan lengan yang ditiduri Mueeza dari jubahnya.
Ketika Nabi kembali ke rumah, Muezza terbangun dan merunduk
sujud kepada majikannya. Sebagai balasan, Nabi menyatakan kasih
sayangnya dengan mengelus lembut ke badan mungil kucing itu
sebanyak tiga kali.
Dalam aktivitas lain, setiap kali Nabi menerima tamu di rumahnya,
nabi selalu menggendong mueeza dan di taruh dipahanya. Salah
satu sifat Mueeza yang Nabi sukai ialah ia selalu mengeong ketika
mendengar adzan, dan seolah-olah suaranya terdengar seperti
mengikuti lantunan suara adzan.
Kepada para sahabatnya, Nabi berpesan untuk menyayangi kucing
peliharaan, layaknya menyayangi keluarga sendiri.
Hukuman bagi mereka yang menyakiti hewan lucu ini sangatlah
serius, dalam sebuah hadist shahih Al Bukhari, dikisahkan tentang
seorang wanita yang tidak pernah memberi makan kucingnya, dan
tidak pula melepas kucingnya untuk mencari makan sendiri, Nabi
Muhammad SAW pun menjelaskan bahwa hukuman bagi wanita ini
adalah siksa neraka.
Dari Ibnu Umar ra bahwa rasulullah saw bersabda, “Seorang wanita dimasukkan kedalam neraka karena seekor kucing yang dia ikat dan tidak diberikan makan bahkan tidak diperkenankan makan binatang-binatang kecil yang ada di lantai,” (HR. Bukhari).
Nabi menekankan di beberapa hadis bahwa kucing itu tidak najis.
Bahkan diperbolehkan untuk berwudhu menggunakan air bekas
minum kucing karena dianggap suci.
Kenapa Rasulullah Saw yang buta baca-tulis, berani mengatakan
bahwa kucing suci, tidak najis? Lalu, bagaimana Nabi mengetahui
kalau pada badan kucing tidak terdapat najis?
Keistimewaan Kucing
Fakta Ilmiah 1 :
Pada kulit kucing terdapat otot yang berfungsi untuk menolak telur
bakteri. Otot kucing itu juga dapat menyesuaikan dengan sentuhan
otot manusia. Permukaan lidah kucing tertutupi oleh berbagai
benjolan kecil yang runcing, benjolan ini bengkok mengerucut
seperti kikir atau gergaji. Bentuk ini sangat berguna untuk
membersihkan kulit. Ketika kucing minum, tidak ada setetes pun
cairan yang jatuh dari lidahnya.
Sedangkan lidah kucing sendiri merupakan alat pembersih yang paling canggih, permukaannya yang kasar bisa membuang bulu-bulu mati dan membersihkan bulu-bulu yang tersisa di badannya.
Fakta Ilmiah 2 :
Telah dilakukan berbagai penelitian terhadap kucing dan berbagai
perbedaan usia, perbedaan posisi kulit, punggung, bagian dalam
telapak kaki, pelindung mulut, dan ekor. Pada bagian-bagian tersebut dilakukan pengambilan sample dengan usapan.
Di samping itu,
dilakukan juga penanaman kuman pada bagian-bagian khusus.
Terus diambil juga cairan khusus yang ada pada dinding dalam
mulut dan lidahnya.
Hasil yang didapatkan adalah :
1. Hasil yang diambil dari kulit luar tenyata negatif berkuman,
meskipun dilakukan berulang-ulang.
2. Perbandingan yang ditanamkan kuman memberikan hasil negatif
sekitar 80% jika dilihat dari cairan yang diambil dari dinding mulut.
3. Cairan yang diambil dari permukaan lidah juga memberikan hasil
negatif berkuman.
4. Sekalinya ada kuman yang ditemukan saat proses penelitian,
kuman itu masuk kelompok kuman yang dianggap sebagai kuman
biasa yang berkembang pada tubuh manusia dalam jumlah yang
terbatas seperti, enterobacter, streptococcus, dan taphylococcus.
Jumlahnya kurang dan 50 ribu pertumbuhan.
5. Tidak ditemukan kelompok kuman yang beragam.
6. Berbagai sumber yang dapat dipercaya dan hasil penelitian
laboratorium menyimpulkan bahwa kucing tidak memiliki kuman
dan mikroba. Liurnya bersih dan membersihkan.
Komentar Para Dokter Peneliti
- Menurut Dr. George Maqshud, ketua laboratorium di Rumah Sakit
Hewan Baitharah, jarang sekali ditemukan adanya kuman pada lidah
kucing.
- Jika kuman itu ada, maka kucing itu akan sakit.
- Dr. Gen Gustafsirl menemukan bahwa kuman yang paling banyak
terdapat pada anjing,
- Manusia 1/4 anjing, kucing 1/2 manusia.
- Dokter hewan di rumah sakit hewan Damaskus, Sa’id Rafah
menegaskan bahwa kucing memiliki perangkat pembersih yang
bemama lysozyme.
- Kucing tidak suka air karena air merupakan tempat yang sangat
subur untuk pertumbuhan bakteri, terlebih pada genangan air
(lumpur, genangan hujan, dll)
- Kucing juga sangat menjaga kestabilan kehangatan tubuhnya. Ia
tidak banyak berjemur dan tidak dekat-dekat dengan air.
- Tujuannya agar bakteri tidak berpindah kepadanya. Inilah yang
menjadi faktor tidak adanya kuman pada tubuh kucing.
Fakta Ilmiah 3 :
Dan hasil penelitian kedokteran dan percobaan yang telah di lakukan di laboratorium hewan, ditemukan bahwa badan kucing bersih secara keseluruhan. Ia lebih bersih daripada manusia.
Fakta Ilmiah Tambahan :
Zaman dahulu kucing dipakai untuk terapi.
Dengkuran kucing yang 50Hz baik buat kesehatan selain itu mengelus kucing juga bisa menurunkan tingkat stress.
Sisa makanan kucing hukumnya suci.
Hadist Kabsyah binti Ka’b bin Malik menceritakan bahwa Abu
Qatadah, mertua Kabsyah, masuk ke rumahnya lalu ia menuangkan
air untuk wudhu. Pada saat itu, datang seekor kucing yang ingin
minum. Lantas ia menuangkan air di bejana sampai kucing itu
minum.
Kabsyah berkata, “Perhatikanlah. ” Abu Qatadah berkata, “Apakah
kamu heran?” Ia menjawab, “Ya.” Lalu, Abu Qatadah berkata bahwa Nabi SAW prnh bersabda, “Kucing itu tidak najis. Ia binatang yang suka berkeliling di rumah (binatang rumahan),” (H.R At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Abu Dawud, dan Ibnu Majah).
Diriwayatkan dan Ali bin Al-Hasan, dan Anas yang menceritakan
bahwa Nabi Saw pergi ke Bathhan suatu daerah di Madinah. Lalu,
beliau berkata, “Ya Anas, tuangkan air wudhu untukku ke dalam bejana.” Lalu, Anas menuangkan air. Ketika sudah selesai, Nabi menuju bejana. Namun, seekor kucing datang dan menjilati bejana. Melihat itu, Nabi berhenti sampai kucing tersebut berhenti minum lalu berwudhu.
Nabi ditanya mengenai kejadian tersebut, beliau menjawab, “Ya
Anas, kucing termasuk perhiasan rumah tangga, ia tidak dikotori
sesuatu, bahkan tidak ada najis.”
Diriwayatkan dari Dawud bin Shalih At-Tammar dan ibunya yang
menerangkan bahwa budaknya memberikan Aisyah semangkuk
bubur. Namun, ketika ia sampai di rumah Aisyah, tenyata Aisyah
sedang shalat. Lalu, ia memberikan isyarat untuk menaruhnya.
Sayangnya, setelah Aisyah menyelesaikan shalat, ia lupa ada bubur.
Datanglah seekor kucing, lalu memakan sedikit bubur tersebut.
Ketika ia melihat bubur tersebut dimakan kucing, Aisyah lalu
membersihkan bagian yang disentuh kucing, dan Aisyah
memakannya.
Rasulullah Saw bersabda, “Ia tidak najis. Ia binatang yang
berkeliling.” Aisyah pernah melihat Rasulullah Saw berwudhu dari
sisa jilatan kucing.” (H.R AlBaihaqi, Abd Al-Razzaq, dan Al-
Daruquthni).
Hadis ini diriwayatkan Malik, Ahmad, dan imam hadits yang lain.
Oleh karena itu, kucing adalah binatang, yang badan, keringat, bekas dari sisa makanannya adalah suci, Liurnya bersih dan
membersihkan, serta hidupnya lebih bersih daripada manusia.
Mungkin ini pula-lah mengapa Rasulullah SAW sangat sayang
kepada Muezza, Kucing kesayangannya. [islampos/berbagai sumber]
Subhanallah...
https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=410051752467375&id=203846879754531&substory_index=0
Read User's Comments0
__Arti Pengkaderan bagiku__
Pertama kali mendengar kata PENGKADERAN, spontan dalam pikiranku muncul pemahaman bahwa pengkaderan identik dengan "Penekanan", yakni menekan kita untuk berfikir keras dan menekan kita untuk mempunyai mental yang kuat. Untuk bahasa kasarnya, pengkaderan bisa dikatakan sebagai ajang bagi senior melampiaskan hal-hal yang pernah dialaminya saat mereka masih berstatus sebagai junior.
Tetapi setelah menemukan beberapa referensi, arti pengkaderan menurut saya merupakan proses pelatihan yang memungkinkan kita dapat mengembangkan potensi akal, kemampuan dan fisik, selain itu melatih sikap kita, memperkuat karakter serta memperluas wawasan kita secara berkelanjutan (terus menerus)..
Penerimaan materi dalam bentuk diskusi kelompok dan tanya jawab (HMA PNUP klp.1) |
ALLAHU AKBAR... ALLAHU AKBAR... ALLAHU AKBAR WALILLAHILHAM
Taqaballalahu minna waminkum syiamana wa syiamakum.
Minnal aidzin walfa'idzin mohon maaf lahir dan batin..
Pesta Yang Tak Pernah Ada |
ALLAHU AKBAR …
ALLAHU AKBAR … ALLAHU AKBAR…
Nada dzikir yang sangat indah, menggetarkan langit, memecah bumi, memporak porandakan hati yang hening, dan membuat setiap sungai diujung mata jebol tak mampu lagi menampung setiap rentak rabana yang mengalir bersama darah disetiap napas yang ALLAH titipkan
Begitupun saya, yang tak kuasa membendung sungai kecil diujung mata saya, entah ini untuk merayakan kemenangan, entah saya menangisi bahwa idul fitri kali ini tak ada pesta dijiwa saya, selain menyusun langkah yang lebih pasti, mencapai ridho ILLAHI, mengisi setiap napas yang ALLAH titipkan untuk saya isi dengan kebaikan bukan dengan kesombongan, lumuran dosa yang sempat saya jadikan syurga yang saya cari [seperti zaman jahiliyah saya], kini di detik-detik menjelang perayaan Id yang fitri saya mulai mengerti dimana syurga itu berada, tak lupa saya ucapkan beribu-ribu terimakasih untuk seseorang yang telah membantu saya menemukan jatidiri saya, dan semoga amal ibadahnya di terima Allah Subhanahu Wa Ta'alla.. Aamiin ya Rabbal'alamiin.
Terbayang oleh saya mereka yang merayakan lebaran, di ICU Rumah sakit, di dalam rumah kardus yang dingin, di panti jompo tanpa anak dan suami…
Terbayang oleh saya saudara saya yang terusir dari keluarga karena kesalahan besarnya dan kini harus berada di keheningan untuk merayakan pesta yang takpernah ada...
Terbayang oleh saya airmata airmata penampung segala sabar dan ikhlas sebagai muara dari setiap cobaan…
Iya, saya disini yang akan merayakan kemenangan dengan jiwa yang melayang layang ditempat para sahabat, saudara saya yang kini harus berjuang sekedar untuk menyambung napas, disana ada takbir tapi tak ada pesta
Bismillaah... Ya ALLAH ya nurul Qolbu… Wahai yang maha melihat dan maha menerangi setiap jiwa, beri kami kekuatan, kami tetap bertakbir dengan tidak mengeluh sedikitpun karena kami percaya bahwa takdirmu meliputi takdir baik dan buruk, kami yang tiada, menjadi ada, dan akan tiada, Bukankah setiap nafas akan terhenti, nafas yang ENGKAU titipkan bertakbir, ada atau tanpa pesta kami tetap bertakbir,
ALLAHU AKBAR... ALLAHU AKBAR... ALLAHU AKBAR WALILLAHILHAM
Taqaballalahu minna waminkum syiamana wa syiamakum.
Minnal aidzin walfa'idzin mohon maaf lahir dan batin..
Nada dzikir yang sangat indah, menggetarkan langit, memecah bumi, memporak porandakan hati yang hening, dan membuat setiap sungai diujung mata jebol tak mampu lagi menampung setiap rentak rabana yang mengalir bersama darah disetiap napas yang ALLAH titipkan
Begitupun saya, yang tak kuasa membendung sungai kecil diujung mata saya, entah ini untuk merayakan kemenangan, entah saya menangisi bahwa idul fitri kali ini tak ada pesta dijiwa saya, selain menyusun langkah yang lebih pasti, mencapai ridho ILLAHI, mengisi setiap napas yang ALLAH titipkan untuk saya isi dengan kebaikan bukan dengan kesombongan, lumuran dosa yang sempat saya jadikan syurga yang saya cari [seperti zaman jahiliyah saya], kini di detik-detik menjelang perayaan Id yang fitri saya mulai mengerti dimana syurga itu berada, tak lupa saya ucapkan beribu-ribu terimakasih untuk seseorang yang telah membantu saya menemukan jatidiri saya, dan semoga amal ibadahnya di terima Allah Subhanahu Wa Ta'alla.. Aamiin ya Rabbal'alamiin.
Terbayang oleh saya mereka yang merayakan lebaran, di ICU Rumah sakit, di dalam rumah kardus yang dingin, di panti jompo tanpa anak dan suami…
Terbayang oleh saya saudara saya yang terusir dari keluarga karena kesalahan besarnya dan kini harus berada di keheningan untuk merayakan pesta yang takpernah ada...
Terbayang oleh saya airmata airmata penampung segala sabar dan ikhlas sebagai muara dari setiap cobaan…
Iya, saya disini yang akan merayakan kemenangan dengan jiwa yang melayang layang ditempat para sahabat, saudara saya yang kini harus berjuang sekedar untuk menyambung napas, disana ada takbir tapi tak ada pesta
Bismillaah... Ya ALLAH ya nurul Qolbu… Wahai yang maha melihat dan maha menerangi setiap jiwa, beri kami kekuatan, kami tetap bertakbir dengan tidak mengeluh sedikitpun karena kami percaya bahwa takdirmu meliputi takdir baik dan buruk, kami yang tiada, menjadi ada, dan akan tiada, Bukankah setiap nafas akan terhenti, nafas yang ENGKAU titipkan bertakbir, ada atau tanpa pesta kami tetap bertakbir,
ALLAHU AKBAR... ALLAHU AKBAR... ALLAHU AKBAR WALILLAHILHAM
Taqaballalahu minna waminkum syiamana wa syiamakum.
Minnal aidzin walfa'idzin mohon maaf lahir dan batin..
__Tangis Perpisahan para Pecinta Ramadhan__
“Di
malam terakhir Ramadhan, menangislah tujuh petala langit dan tujuh petala bumi
dan para malaikat, karena akan berlalunya Ramadhan, dan juga keistimewaannya.”
Waktu terus bergulir dari detik ke detik, dari menit ke menit, dari jam ke jam, dari hari ke hari, dari minggu ke minggu.... Rasanya baru kemarin kita begitu bersemangat mempersiapkan diri untuk memasuki bulan Ramadhan, bulan tarbiyah, bulan latihan, bulan Quran, bulan maghfirah, bulan yang penuh berkah. Namun beberapa saat lagi, Ramadhan akan meninggalkan kita, padahal kita belum optimal melaksanakan qiyamul lail kita, belum optimal membaca Al-Quran serta belum optimal melaksanakan ibadah-ibadah lain, target-target yang kita pasang belum semuanya terlaksana. Dan kita tidak akan pernah tahu apakah kita masih dapat berjumpa dengan Ramadhan berikutnya.
Bagi para salafush shalih, setiap bulan Ramadhan pergi meninggalkan mereka, mereka selalu meneteskan air mata. Di lisan mereka terucap sebuah doa yang merupakan ungkapan kerinduan akan datangnya kembali bulan Ramadhan menghampiri diri mereka.
Waktu terus bergulir dari detik ke detik, dari menit ke menit, dari jam ke jam, dari hari ke hari, dari minggu ke minggu.... Rasanya baru kemarin kita begitu bersemangat mempersiapkan diri untuk memasuki bulan Ramadhan, bulan tarbiyah, bulan latihan, bulan Quran, bulan maghfirah, bulan yang penuh berkah. Namun beberapa saat lagi, Ramadhan akan meninggalkan kita, padahal kita belum optimal melaksanakan qiyamul lail kita, belum optimal membaca Al-Quran serta belum optimal melaksanakan ibadah-ibadah lain, target-target yang kita pasang belum semuanya terlaksana. Dan kita tidak akan pernah tahu apakah kita masih dapat berjumpa dengan Ramadhan berikutnya.
Bagi para salafush shalih, setiap bulan Ramadhan pergi meninggalkan mereka, mereka selalu meneteskan air mata. Di lisan mereka terucap sebuah doa yang merupakan ungkapan kerinduan akan datangnya kembali bulan Ramadhan menghampiri diri mereka.
Orang-orang
zaman dahulu, dengan berlalunya bulan Ramadhan, hati mereka mejadi sedih. Maka,
tidak mengherankan bila pada malam-malam terakhir Ramadhan, pada masa
Rasulullah SAW, Masjid Nabawi penuh sesak dengan orang-orang yang beri’tikaf.
Dan di sela-sela i’tikafnya, mereka terkadang menangis terisak-isak, karena
Ramadhan akan segera berlalu meninggalkan mereka.
Ada satu riwayat yang mengisahkan bahwa kesedihan ini tidak saja dialami manusia, tapi juga para malaikat dan makhluk-makhluk Allah lainnya.
Dari Jabir RA, Rasulullah SAW bersabda, “Di malam terakhir Ramadhan, menangislah tujuh petala langit dan tujuh petala bumi dan para malaikat, karena akan berlalunya Ramadhan, dan juga keistimewaannya. Ini merupakan musibah bagi umatku.”
Kemudian ada seorang sahabat bertanya, “Apakah musibah itu, ya Rasulullah?”
“Dalam bulan itu segala doa mustajab, sedekah makbul, segala kebajikan digandakan pahalanya, dan siksaan kubur terkecuali, maka apakah musibah yang terlebih besar apabila semuanya itu sudah berlalu?”
Ketika mereka memasuki detik-detik akhir penghujung Ramadhan, air mata mereka menetes. Hati mereka sedih.
Betapa tidak. Bulan yang penuh keberkahan dan keridhaan Allah itu akan segera pergi meninggalkan mereka. Bulan ketika orang-orang berpuasa dan menghidupkan malam-malamnya dengan ibadah. Bulan yang Allah bukakan pintu-pintu surga, Dia tutup pintu-pintu neraka, dan Dia belenggu setan.
Ada satu riwayat yang mengisahkan bahwa kesedihan ini tidak saja dialami manusia, tapi juga para malaikat dan makhluk-makhluk Allah lainnya.
Dari Jabir RA, Rasulullah SAW bersabda, “Di malam terakhir Ramadhan, menangislah tujuh petala langit dan tujuh petala bumi dan para malaikat, karena akan berlalunya Ramadhan, dan juga keistimewaannya. Ini merupakan musibah bagi umatku.”
Kemudian ada seorang sahabat bertanya, “Apakah musibah itu, ya Rasulullah?”
“Dalam bulan itu segala doa mustajab, sedekah makbul, segala kebajikan digandakan pahalanya, dan siksaan kubur terkecuali, maka apakah musibah yang terlebih besar apabila semuanya itu sudah berlalu?”
Ketika mereka memasuki detik-detik akhir penghujung Ramadhan, air mata mereka menetes. Hati mereka sedih.
Betapa tidak. Bulan yang penuh keberkahan dan keridhaan Allah itu akan segera pergi meninggalkan mereka. Bulan ketika orang-orang berpuasa dan menghidupkan malam-malamnya dengan ibadah. Bulan yang Allah bukakan pintu-pintu surga, Dia tutup pintu-pintu neraka, dan Dia belenggu setan.
Bulan
yang awalnya adalah rahmat, pertengahannya ampunan, dan akhirnya pembebasan
dari api neraka. Bulan ketika napas-napas orang yang berpuasa lebih harum di
sisi Allah daripada minyak kesturi. Bulan ketika Allah setiap malamnya
membebaskan ratusan ribu orang yang harus masuk neraka. Bulan ketika Allah
menjadikannya sebagai penghubung antara orang-orang berdosa yang bertaubat dan
Allah Ta’ala.
Mereka menangis karena merasa belum banyak mengambil manfaat dari Ramadhan. Mereka sedih karena khawatir amalan-amalan mereka tidak diterima dan dosa-dosa mereka belum dihapuskan. Mereka berduka karena boleh jadi mereka tidak akan bertemu lagi bulan Ramadhan yang akan datang.
Suatu hari, pada sebuah shalat ‘Idul Fithri, Umar bin Abdul Aziz berkata dalam khutbahnya, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian telah berpuasa karena Allah selama tiga puluh hari, berdiri melakukan shalat selama tiga puluh hari pula, dan pada hari ini kalian keluar seraya memohon kepada Allah agar menerima amalan tersebut.”
Salah seorang di antara jama’ah terlihat sedih.
Seseorang kemudian bertanya kepadanya, “Sesungguhnya hari ini adalah hari bersuka ria dan bersenang-senang. Kenapa engkau malah bermuram durja? Ada apa gerangan?”
“Ucapanmu benar, wahai sahabatku,” kata orang tesrebut. “Akan tetapi, aku hanyalah hamba yang diperintahkan oleh Rabb-ku untuk mempersembahkan suatu amalan kepada-Nya. Sungguh aku tidak tahu apakah amalanku diterima atau tidak.”
Mereka menangis karena merasa belum banyak mengambil manfaat dari Ramadhan. Mereka sedih karena khawatir amalan-amalan mereka tidak diterima dan dosa-dosa mereka belum dihapuskan. Mereka berduka karena boleh jadi mereka tidak akan bertemu lagi bulan Ramadhan yang akan datang.
Suatu hari, pada sebuah shalat ‘Idul Fithri, Umar bin Abdul Aziz berkata dalam khutbahnya, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian telah berpuasa karena Allah selama tiga puluh hari, berdiri melakukan shalat selama tiga puluh hari pula, dan pada hari ini kalian keluar seraya memohon kepada Allah agar menerima amalan tersebut.”
Salah seorang di antara jama’ah terlihat sedih.
Seseorang kemudian bertanya kepadanya, “Sesungguhnya hari ini adalah hari bersuka ria dan bersenang-senang. Kenapa engkau malah bermuram durja? Ada apa gerangan?”
“Ucapanmu benar, wahai sahabatku,” kata orang tesrebut. “Akan tetapi, aku hanyalah hamba yang diperintahkan oleh Rabb-ku untuk mempersembahkan suatu amalan kepada-Nya. Sungguh aku tidak tahu apakah amalanku diterima atau tidak.”
Kekhawatiran
serupa juga pernah menimpa para sahabat Rasulullah SAW. Di antaranya Sayyidina
Ali bin Abi Thalib. Diriwayatkan, di penghujung Ramadhan, Sayyidina Ali
bergumam, “Aduhai, andai aku tahu siapakah gerangan yang diterima amalannya
agar aku dapat memberi ucapan selamat kepadanya, dan siapakah gerangan yang
ditolak amalannya agar aku dapat ‘melayatnya’.”
Ucapan Sayyidina Ali RA ini mirip dengan ucapan Abdullah bin Mas’ud RA, “Siapakah gerangan di antara kita yang diterima amalannya untuk kita beri ucapan selamat, dan siapakah gerangan di antara kita yang ditolak amalannya untuk kita ‘layati’. Wahai orang yang diterima amalannya, berbahagialah engkau. Dan wahai orang yang ditolak amalannya, keperkasaan Allah adalah musibah bagimu.”
Imam Mu'alla bin Al-Fadhl RA berkata, "Dahulu para ulama senantiasa berdoa kepada Allah selama enam bulan agar dipertemukan dengan Ramadhan. Kemudian mereka juga berdoa selama enam bulan agar diterima amal ibadah mereka (selama Ramadhan)."
Wajar saja, sebab, tidak ada yang bisa menjamin bahwa tahun depan kita akan kembali berjumpa dengan bulan yang penuh berkah, rahmat, dan maghfirah ini. Karenanya, beruntung dan berbahagialah kita saat berpisah dengan Ramadhan membawa segudang pahala untuk bekal di akhirat.
Jika kita merenungi kondisi salafush shalih dan meneliti bagaimana mereka menghabiskan waktu-waktu mereka di bulan Ramadhan, bagaimana mereka memakmurkannya dengan amal shalih, niscaya kita mengetahui jauhnya jarak di antara kita dan mereka.
Bagaimana dengan kita? Adakah kesedihan itu hadir di hati kita di kala
Ramadhan meninggalkan kita? Atau malah sebaliknya, karena begitu bergembiranya
menyambut kedatangan Hari Raya ‘Idul Fithri, sampai-sampai di sepuluh hari terakhir,
yang seharunya kita semakin giat melaksanakan amalan-amalan ibadah, kita malah
disibukkan dengan belanja, membeli baju Lebaran, disibukkan memasak, membuat
kue, dan lain-lain. Ucapan Sayyidina Ali RA ini mirip dengan ucapan Abdullah bin Mas’ud RA, “Siapakah gerangan di antara kita yang diterima amalannya untuk kita beri ucapan selamat, dan siapakah gerangan di antara kita yang ditolak amalannya untuk kita ‘layati’. Wahai orang yang diterima amalannya, berbahagialah engkau. Dan wahai orang yang ditolak amalannya, keperkasaan Allah adalah musibah bagimu.”
Imam Mu'alla bin Al-Fadhl RA berkata, "Dahulu para ulama senantiasa berdoa kepada Allah selama enam bulan agar dipertemukan dengan Ramadhan. Kemudian mereka juga berdoa selama enam bulan agar diterima amal ibadah mereka (selama Ramadhan)."
Wajar saja, sebab, tidak ada yang bisa menjamin bahwa tahun depan kita akan kembali berjumpa dengan bulan yang penuh berkah, rahmat, dan maghfirah ini. Karenanya, beruntung dan berbahagialah kita saat berpisah dengan Ramadhan membawa segudang pahala untuk bekal di akhirat.
Jika kita merenungi kondisi salafush shalih dan meneliti bagaimana mereka menghabiskan waktu-waktu mereka di bulan Ramadhan, bagaimana mereka memakmurkannya dengan amal shalih, niscaya kita mengetahui jauhnya jarak di antara kita dan mereka.
Padahal di sisi lain, masih banyak orang di sekitar kita yang berjuang untuk mendapatkan sesuap nasi untuk berbuka hari ini, bukan untuk besok, apalagi untuk pesta pora di hari Lebaran.
Tapi apakah salah bila kita menyongsong Hari Raya ‘Idul Fithri dengan kegembiraan? Tentu saja tidak. Bukankah Rasulullah SAW telah mengatakan, “Wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum mempunyai hari raya, dan sesungguhnya hari ini adalah hari raya kita.” (HR Nasa’i).
__^^Bersama Mimpiku^^__
Di sini Aku berdiri,
Bersama tapak pertamaku bernama
niat,
Lantas bermimpi
Agar diriku tak lagi tertidur dalam
lelap,
Tetapi bangkit terjaga
Agar tak tertunduk sayu,
Tetap tegak menatap
Agar cintaku tak terpejam sendu,
Tetapi tajam memancar
Agar mataku tak menyipit silau,
Tetapi lekat menatap
Agar aku berdiri, agar aku
melangkah,
Agar aku berlari, agar aku meraih
Ini aku dengan sejuta mimpiku...
Bersama gairah, bersama cinta yang
tak lemah,
Ini aku seorang pemudi !
Yang tumbuh dibawah naungan Illahi !
Langganan:
Postingan (Atom)