Bismillahirrahmanirrahim..
Atas dasar perintah Ibrahim, Nabi
Luth ‘alaihissalam tinggal jauh dari tempat tinggal pamannya, Ibrahim. Luth menetap di kota Sodom. Kota Sodom dihuni
oleh orang-orang fajir, kafir, serta perampok. Mereka melakukan kemungkaran di
tempat-tempat perkumpulan mereka serta tidak mau mencegah kemungkaran yang
mereka lakukan, yaitu kemungkaran homoseksual dan meninggalkan para wanita yang
diciptakan oleh Allah untuk hamba-hamba-Nya yang shalih. Luth menyeru mereka
untuk menyembah Allah Yang Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Luth melarang mereka
untuk melakukan perbuatan Karam, keji, dan munkar. Namun mereka tetap dalam
kesesatan dan melampaui batas. Bahkan mereka bermaksud mengusir Rasul mereka
dari tengah-tengah mereka. Walhasil, jawaban mereka adalah sebagaimana firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Mereka berkata: ‘Usirlah Luth beserta keluarganya
dari negerimu, karena sesungguhnya mereka itu orango-rang yang (mendakwakan
dirinya) bersih.”‘ (QS. An-Naml: 56) Mereka memposisikan sesuatu yang amat
terpuji pada posisi tercela, dan dijadikan alasan untuk mengusir Luth.
Para ahli tafsir berkata, “Setelah para malaikat, yaitu Jibril, Mikail, dan Israfil meninggalkan Ibrahim ‘alaihissalam lalu mereka mendatangi negeri Sodom dalam rupa pemuda yang sangat tampan. Mereka datang bertamu ke rumah Luth ‘alaihissalam pada saat matahari tenggelam. Luth merasa khawatir. Sebab, jika ia tidak menyambut mereka, maka mereka akan disambut oleh yang lainnya dari kalangan orang-orang fasik, karena Luth menyangka bahwa mereka adalah manusia biasa. Lalu, Luth pun membawa mereka tanpa diketahui oleh seorang pun, kecuali keluarganya. Lalu istri Lutth keluar, lantas mengabarkan hal itu kepada kaumnya. Maka kaumnya berbondong-bondong mendatangi Luth, dan Luth pun menjawab: “Hai kaumku, inilah putri-putri (negeri) ku mereka lebih suci bagimu.” (QS. Had: 78) Luth mengarahkan mereka untuk mendatangi istri-istri mereka, yang secara syariat merupakan putri-putri Luth. Karena, kedudukan seorang Nabi bagi umatnya ada pada kedudukan seorang ayah bagi anak-anaknya. Pada waktu itu Luth amat berharap sekiranya ia memiliki kekuatan atau pembela atau anggota keluarga yang menolongnya atas perbuatan kaumnya. Luth berusaha menghalau kaumnya agar mereka tidak memasuki rumahnya. Luth menghalau mereka dari balik pintu yang tertutup sedang mereka berusaha untuk membukanya. Para ahli tafsir menyebutkan bahwa Jibril keluar menemui mereka. Lalu memukulkan ujung sayapnya ke arah wajah mereka sehingga menjadikan mata mereka buta. Kemudian, Jibril memerintahkan Luth beserta anggota keluarganya, kecuali istrinya untuk pergi meninggalkan kampungnya di akhir malam.
As-Suhaili berkata, “Nama istri Luth adalah Walihah, sedangkan nama istri Nuh adalah Walighah. Ketika Luth ‘alaihissalam keluar dari kampungnya ia hanya bersama keluarganya, yaitu kedua anak perempuannya dan tidak ada orang lain yang mengikutinya. Tatkala mereka telah meninggalkan negeri mereka dan matahari mulai terbit, Allah pun menimpakan adzab kepada mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Maka tatkala datang adzab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang lalim.” (QS. Hud: 82-83)
Para ahli tafsir berkata, “Jibril memporak-porandakan tempat tinggal mereka berikut dengan penghuninya dengan ujung sayapnya. Dan jumlah kota saat itu ada tujuh kota.”
Tempat tinggal mereka berubah menjadi lautan bangkai yang bergelombang, sedang airnya amat teramat asin sampai dekat ke pahit. Ada yang mengatakan bahwa istri Luth ‘alaihissalam adalah mata-mata atas keberadaan tamu-tamu Luth. Ibnu ‘Abbas dan lainnya dari kalangan para imam salaf dan khalaf, “Istri seorang nabi tidak akan pernah berbuat zina, dan bukanlah yang dimaksud (dalam ayat) bahwa ia mendatangi perbuatan keji (zina), sekali-kali tidak. Tetapi yang dimaksud adalah ia mengkhianati Luth dalam urusan agama, dimana ia tidak mau mengikutinya.”
Sumber: Mukhtasar Bidayah wan Nihayah – Ibnu Katsir, Diringkas oleh Syaikh Ahmad Khani, Penerbit Pustaka as Sunnah
Artikel: www.KisahIslam.net
Para ahli tafsir berkata, “Setelah para malaikat, yaitu Jibril, Mikail, dan Israfil meninggalkan Ibrahim ‘alaihissalam lalu mereka mendatangi negeri Sodom dalam rupa pemuda yang sangat tampan. Mereka datang bertamu ke rumah Luth ‘alaihissalam pada saat matahari tenggelam. Luth merasa khawatir. Sebab, jika ia tidak menyambut mereka, maka mereka akan disambut oleh yang lainnya dari kalangan orang-orang fasik, karena Luth menyangka bahwa mereka adalah manusia biasa. Lalu, Luth pun membawa mereka tanpa diketahui oleh seorang pun, kecuali keluarganya. Lalu istri Lutth keluar, lantas mengabarkan hal itu kepada kaumnya. Maka kaumnya berbondong-bondong mendatangi Luth, dan Luth pun menjawab: “Hai kaumku, inilah putri-putri (negeri) ku mereka lebih suci bagimu.” (QS. Had: 78) Luth mengarahkan mereka untuk mendatangi istri-istri mereka, yang secara syariat merupakan putri-putri Luth. Karena, kedudukan seorang Nabi bagi umatnya ada pada kedudukan seorang ayah bagi anak-anaknya. Pada waktu itu Luth amat berharap sekiranya ia memiliki kekuatan atau pembela atau anggota keluarga yang menolongnya atas perbuatan kaumnya. Luth berusaha menghalau kaumnya agar mereka tidak memasuki rumahnya. Luth menghalau mereka dari balik pintu yang tertutup sedang mereka berusaha untuk membukanya. Para ahli tafsir menyebutkan bahwa Jibril keluar menemui mereka. Lalu memukulkan ujung sayapnya ke arah wajah mereka sehingga menjadikan mata mereka buta. Kemudian, Jibril memerintahkan Luth beserta anggota keluarganya, kecuali istrinya untuk pergi meninggalkan kampungnya di akhir malam.
As-Suhaili berkata, “Nama istri Luth adalah Walihah, sedangkan nama istri Nuh adalah Walighah. Ketika Luth ‘alaihissalam keluar dari kampungnya ia hanya bersama keluarganya, yaitu kedua anak perempuannya dan tidak ada orang lain yang mengikutinya. Tatkala mereka telah meninggalkan negeri mereka dan matahari mulai terbit, Allah pun menimpakan adzab kepada mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Maka tatkala datang adzab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang lalim.” (QS. Hud: 82-83)
Para ahli tafsir berkata, “Jibril memporak-porandakan tempat tinggal mereka berikut dengan penghuninya dengan ujung sayapnya. Dan jumlah kota saat itu ada tujuh kota.”
Tempat tinggal mereka berubah menjadi lautan bangkai yang bergelombang, sedang airnya amat teramat asin sampai dekat ke pahit. Ada yang mengatakan bahwa istri Luth ‘alaihissalam adalah mata-mata atas keberadaan tamu-tamu Luth. Ibnu ‘Abbas dan lainnya dari kalangan para imam salaf dan khalaf, “Istri seorang nabi tidak akan pernah berbuat zina, dan bukanlah yang dimaksud (dalam ayat) bahwa ia mendatangi perbuatan keji (zina), sekali-kali tidak. Tetapi yang dimaksud adalah ia mengkhianati Luth dalam urusan agama, dimana ia tidak mau mengikutinya.”
Sumber: Mukhtasar Bidayah wan Nihayah – Ibnu Katsir, Diringkas oleh Syaikh Ahmad Khani, Penerbit Pustaka as Sunnah
Artikel: www.KisahIslam.net